Welcome To My Site



Saturday, October 31, 2009

Memetik Hikmah dari Mujaadalah


Seperti menanam tanaman di tanah yang subur, seperti tanah yang ada di Tanah Air kita Indonesia tercinta. Sebagaimana kita ketahui bahwa tanah Indonesia cukup pantas dijadikan filosofi sebagai contoh dalam kaitan tulisan kali ini. Yang mana ringkas saya merupakan proses menanam antara lain: menanam, menyirami, kemudian memetik.

Sama halnya ketika kita berpikir kemudian membahas sesuatu atau hal yang banyak dianggap masyarakat negative, yaitu Mujaadalah. Perencanaan (menanam), mengangkat kasus (menyirami) dan mengambil kesimpulan (memetik).Adapau arti dari mujadalah adalah dari kata bahasa arab yang kata kerjanya jaadala- yujaadilu. Artinya Debat, Dialog antara dua belah pihak maupun lebih. Seperti contoh dari Al quran mengatakan " ... wa jaadilhum billati hiya ahsan" (Alquran).

Debat yang dimaksud dalam Al quran adalah debat yang baik, yang bertujuan untuk kemaslahatan yaitu kebajikan itu sendiri. Namun dalam hal ini sesungguhnya debat atau dialog ini tidak hanya dilakukan dengan orang-orang non muslim atau beda agama, namun acapkali ini terjadi sesama kita alias muslim dengan muslim, layaknya para ulama masa lalu yang dengan dahsyatnya untuk melakukan dan melontarkan pendapat dan opini masing-masing dalam meja debat antara mereka, baik itu masalah perbedaan hukum, hal- hal kontemporer dan sejenisnya.

Berangkat dari itu semua merupakan point dan hadaf dari mujaadalah di konteks ini adalah kebaikan atau bahasa arabnya al ahsan. Jadi sepatutnya dewasa kini umat Islam tetap tegar dalam menyikapi hal yang sifatnya prioritas dan maslahat yaitu yang menggantung kepada kemaslahatan orang banyak. Oleh karena itu pasti dari mujaadalah ini seyogyanya kita kreatif dalam memetik Hikmahnya. Bukan permusuhan parahnya lagi takfiir. Sesungguhnya sebagian masyarakat yang suka menggunakan metode stigma takfir tidaklah maslahat dan tentunya merugikan sebagian bahkan banyak golongan. Adapaun manusia bukanlah mahluk yang sempurna bukan juga malaikat apalagi Tuhan. Punya kehilafan dan kekurangan, tentu dituntut kenetralan dan ke-gentleman-an seseorang dalam menyikapi hal ini khususnya mujaadalah. Selama apa yang didebatakan tidak melanggar koredor dan batas ilahi.

No comments:

Dikala Hari Itu pun Menyapa

Detik demi detik telah berlalu, seakan berperan jalan ditempat, teriring dengan senyum dan cemberut di wajah. tak kalah dengan kedongkolan hati dan keceriaannya. Hari demi hari telah terlewati, sebagai tanda kasih sayang dari sang Pencipta, meliputi perbuatan yang soleh dan inkar. Ketika terpajang waktu seolah memberikan isyarat akan keterbatasannya, merupakan bukti bahwa terjadinya perpisahan dan pertemuan, sebagian membuka lembaran baru dan tidak sedikit yang masih di lembaran yang sama. Prinsip menjadi pedoman hati yang penuh dengan perselisihan ibarat pohon yg terus berkembang dan bercabang hingga menghasilkan buah yg menjelma menjadi penawar, sayangnya kesadaran selalu harus diiringi dengan teguran, betapa dugaan membuat diri kuat dan juga lemah.